“Pesan” dahsyat buat para
suami (dan calon suami) untuk menjaga istrinya…
Dan motivasi hebat buat para istri (dan calon
istri) untuk tetap mencintai suaminya…
Kehidupan pernikahan
kami awalnya baik2 saja menurutku. Meskipun menjelang
pernikahan selalu
terjadi konflik, tapi setelah menikah Mario tampak baik dan lebih menuruti
apa mauku. Kami tidak
pernah bertengkar hebat, kalau marah dia cenderung diam dan pergi
ke kantornya bekerja
sampai subuh, baru pulang ke rumah, mandi, kemudian mengantar anak
kami sekolah. Tidurnya
sangat sedikit, makannya pun sedikit. Aku pikir dia workaholic.
Dia menciumku maksimal
2x sehari, pagi menjelang kerja, dan saat dia pulang kerja,
itu pun kalau aku
masih bangun. Karena waktu pacaran dia tidak pernah romantis, aku pikir,
memang dia tidak
romantis, dan tidak memerlukan hal2 seperti itu sebagai ungkapan sayang.
Kami jarang ngobrol
sampai malam, kami jarang pergi nonton berdua, bahkan makan
berdua diluar pun
hampir tidak pernah. Kalau kami makan di meja makan berdua, kami asyik
sendiri dengan sendok
garpu kami, bukan obrolan yang terdengar, hanya denting piring yang
beradu dengan sendok
garpu.
Kalau hari libur, dia
lebih sering hanya tiduran di kamar, atau main dengan anak2
kami, dia jarang
sekali tertawa lepas. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia
memang tidak suka
tertawa lepas. Aku mengira rumah tangga kami baik2 saja selama 8 tahun
pernikahan kami.
Sampai suatu ketika, di suatu hari yang terik, saat itu suamiku tergolek
sakit di rumah sakit,
karena jarang makan, dan sering jajan di kantornya, dibanding makan di
rumah, dia kena
typhoid, dan harus dirawat di RS, karena sampai terjadi perforasi di ususnya.
Pada saat dia masih di
ICU, seorang perempuan datang menjenguknya. Dia memperkenalkan
diri, bernama meisha,
temannya Mario saat dulu kuliah.
Meisha tidak secantik
aku, dia begitu sederhana, tapi aku tidak pernah melihat mata
yang begitu cantik
seperti yang dia milii. Matanya bersinar indah, penuh kehangatan dan
penuh cinta, ketika
dia berbicara, seakan2 waktu berhenti berputar dan terpana dengan
kalimat2nya yang
ringan dan penuh pesona. Setiap orang, laki2 maupun perempuan bahkan
mungkin serangga yang
lewat, akan jatuh cinta begitu mendengar dia bercerita.
Meisha tidak pernah
kenal dekat dengan Mario selama mereka kuliah dulu, Meisha
bercerita Mario sangat
pendiam, sehingga jarang punya teman yang akrab. 5 bulan lalu
mereka bertemu, karena
ada pekerjaan kantor mereka yang mempertemukan mereka. Meisha
yang bekerja di
advertising akhirnya bertemu dengan Mario yang sedang membuat iklan
untuk perusahaan
tempatnya bekerja.
Aku mulai mengingat
2-5 bulan lalu ada perubahan yang cukup drastis pada Mario,
setiap mau pergi
kerja, dia tersenyum manis padaku, dan dalam sehari bisa menciumku lebih
dari 3x. Dia
membelikan aku parfum baru, dan mulai sering tertawa lepas. Tapi di saat lain,
dia sering termenung
di depan komputernya. Atau termenung memegang Hp-nya. Kalau aku
tanya, dia bilang, ada
pekerjaan yang membingungkan.
51
Suatu saat Meisha
pernah datang pada saat Mario sakit dan masih dirawat di RS. Aku
sedang memegang
sepiring nasi beserta lauknya dengan wajah kesal, karena Mario tidak juga
mau aku suapi. Meisha
masuk kamar, dan menyapa dengan suara riangnya,
“Hai Rima, kenapa
dengan anak sulungmu yang nomor satu ini? tidak mau makan
juga? uhh… dasar anak nakal,
sini piringnya”, lalu dia terus mengajak Mario bercerita sambil
menyuapi Mario, tiba2
saja sepiring nasi itu sudah habis ditangannya. Dan….aku tidak
pernah melihat tatapan
penuh cinta yang terpancar dari mata suamiku, seperti siang itu, tidak
pernah seumur hidupku
yang aku lalui bersamanya, tidak pernah sedetikpun!
Hatiku terasa sakit,
lebih sakit dari ketika dia membalikkan tubuhnya membelakangi
aku saat aku
memeluknya dan berharap dia mencumbuku. Lebih sakit dari rasa sakit setelah
operasi caesar ketika
aku melahirkan anaknya. Lebih sakit dari rasa sakit, ketika dia tidak
mau memakan masakan
yang aku buat dengan susah payah. Lebih sakit daripada sakit ketika
dia tidak pulang ke
rumah saat ulang tahun perkawinan kami kemarin. Lebih sakit dari rasa
sakit ketika dia lebih
suka mencumbu komputernya dibanding aku.
Tapi aku tidak pernah
bisa marah setiap melihat perempuan itu. Meisha begitu manis,
dia bisa hadir tiba2,
membawakan donat buat anak2, dan membawakan ekrol kesukaanku.
Dia mengajakku jalan2,
kadang mengajakku nonton. kali lain, dia datang bersama suami dan
ke-2 anaknya yang
lucu2.
Aku tidak pernah
bertanya, apakah suamiku mencintai perempuan berhati bidadari
itu? karena tanpa
bertanya pun aku sudah tahu, apa yang bergejolak dihatinya.
Suatu sore, mendung
begitu menyelimuti jakarta, aku tidak pernah menyangka, hatiku
pun akan mendung,
bahkan gerimis kemudian.
Anak sulungku, seorang
anak perempuan cantik berusia 7 tahun, rambutnya keriting
ikal dan cerdasnya
sama seperti ayahnya. Dia berhasil membuka password email Papanya,
dan memanggilku, “Mama, mau lihat surat
papa buat tante Meisha?”
Aku tertegun
memandangnya, dan membaca surat elektronik itu,
Dear Meisha,
Kehadiranmu bagai beribu bintang gemerlap
yang mengisi seluruh relung hatiku, aku
tidak pernah merasakan jatuh cinta seperti
ini, bahkan pada Rima. Aku mencintai Rima
karena kondisi yang mengharuskan aku
mencintainya, karena dia ibu dari anak2ku.
Ketika aku menikahinya, aku tetap tidak
tahu apakah aku sungguh2 mencintainya. Tidak ada
perasaan bergetar seperti ketika aku
memandangmu, tidak ada perasaan rindu yang tidak
pernah padam ketika aku tidak
menjumpainya. Aku hanya tidak ingin menyakiti
perasaannya.
Ketika konflik2 terjadi saat kami pacaran
dulu, aku sebenarnya kecewa, tapi aku
tidak sanggup mengatakan padanya bahwa dia
bukanlah perempuan yang aku cari untuk
mengisi kekosongan hatiku. Hatiku tetap
terasa hampa, meskipun aku menikahinya.
Aku tidak tahu, bagaimana caranya
menumbuhkan cinta untuknya, seperti ketika cinta
untukmu tumbuh secara alami, seperti
pohon2 beringin yang tumbuh kokoh tanpa pernah
52
mendapat siraman dari pemiliknya. Seperti
pepohonan di hutan2 belantara yang tidak
pernah minta disirami, namun tumbuh dengan
lebat secara alami. Itu yang aku rasakan.
Aku tidak akan pernah bisa memilikimu,
karena kau sudah menjadi milik orang lain
dan aku adalah laki2 yang sangat memegang
komitmen pernikahan kami. Meskipun hatiku
terasa hampa, itu tidaklah mengapa, asal
aku bisa melihat Rima bahagia dan tertawa, dia
bisa mendapatkan segala yang dia inginkan
selama aku mampu. Dia boleh mendapatkan
seluruh hartaku dan tubuhku, tapi tidak
jiwaku dan cintaku, yang hanya aku berikan
untukmu. Meskipun ada tembok yang
menghalangi kita, aku hanya berharap bahwa engkau
mengerti, you are the only one in my
heart.
yours,
Mario
Mataku terasa panas.
Jelita, anak sulungku memelukku erat. Meskipun baru berusia 7
tahun, dia adalah
malaikat jelitaku yang sangat mengerti dan menyayangiku.
Suamiku tidak pernah
mencintaiku. Dia tidak pernah bahagia bersamaku. Dia
mencintai perempuan
lain. Aku mengumpulkan kekuatanku. Sejak itu, aku menulis surat
hampir setiap hari
untuk suamiku. Surat itu aku simpan di amplop, dan aku letakkan di lemari
bajuku, tidak pernah
aku berikan untuknya.
Mobil yang dia berikan
untukku aku kembalikan padanya. Aku mengumpulkan
tabunganku yang
kusimpan dari sisa2 uang belanja, lalu aku belikan motor untuk mengantar
dan menjemput anak2ku.
Mario merasa heran, karena aku tidak pernah lagi bermanja dan
minta dibelikan
bermacam2 merek tas dan baju. Aku terpuruk dalam kehancuranku. Aku dulu
memintanya menikahiku
karena aku malu terlalu lama pacaran, sedangkan teman2ku sudah
menikah semua.
Ternyata dia memang tidak pernah menginginkan aku menjadi istrinya.
Betapa tidak
berharganya aku. Tidakkah dia tahu, bahwa aku juga seorang perempuan
yang berhak
mendapatkan kasih sayang dari suaminya ? Kenapa dia tidak mengatakan saja,
bahwa dia tidak
mencintai aku dan tidak menginginkan aku ? itu lebih aku hargai daripada
dia cuma diam dan
mengangguk dan melamarku lalu menikahiku. Betapa malangnya
nasibku.
Mario terus menerus
sakit2an, dan aku tetap merawatnya dengan setia. Biarlah dia
mencintai perempuan
itu terus di dalam hatinya. Dengan pura2 tidak tahu, aku sudah
membuatnya bahagia
dengan mencintai perempuan itu. Kebahagiaan Mario adalah
kebahagiaanku juga,
karena aku akan selalu mencintainya.
**********
Setahun kemudian…
Meisha membuka amplop
surat2 itu dengan air mata berlinang. Tanah pemakaman itu
masih basah merah dan
masih dipenuhi bunga.
“Mario, suamiku….Aku tidak pernah
menyangka pertemuan kita saat aku pertama
kali bekerja di
kantormu, akan membawaku pada cinta sejatiku. Aku begitu terpesona
padamu yang pendiam
dan tampak dingin. Betapa senangnya aku ketika aku tidak bertepuk
53
sebelah tangan. Aku
mencintaimu, dan begitu posesif ingin memilikimu seutuhnya. Aku
sering marah, ketika
kamu asyik bekerja, dan tidak memperdulikan aku. Aku merasa di atas
angin, ketika kamu
hanya diam dan menuruti keinginanku… Aku pikir, aku si
puteri cantik
yang diinginkan banyak
pria, telah memenuhi ruang hatimu dan kamu terlalu mencintaiku
sehingga mau melakukan
apa saja untukku…..
Ternyata aku keliru…. aku menyadarinya
tepat sehari setelah pernikahan kita. Ketika
aku membanting hadiah
jam tangan dari seorang teman kantor dulu yang aku tahu sebenarnya
menyukai Mario.
Aku melihat matamu
begitu terluka, ketika berkata, “kenapa, Rima? Kenapa
kamu
mesti cemburu? dia
sudah menikah, dan aku sudah memilihmu menjadi istriku?”
Aku tidak perduli,dan
berlalu dari hadapanmu dengan sombongnya.
Sekarang aku menyesal,
memintamu melamarku. Engkau tidak pernah bahagia
bersamaku. Aku adalah
hal terburuk dalam kehidupan cintamu. Aku bukanlah wanita yang
sempurna yang engkau
inginkan.
Istrimu, Rima”
Di surat yang lain,
“………Kehadiran perempuan
itu membuatmu berubah, engkau tidak lagi sedingin
es. Engkau mulai
terasa hangat, namun tetap saja aku tidak pernah melihat cahaya cinta dari
matamu untukku,
seperti aku melihat cahaya yang penuh cinta itu berpendar dari kedua bola
matamu saat memandang
Meisha……”
Disurat yang kesekian,
“…….Aku bersumpah, akan
membuatmu jatuh cinta padaku.
Aku telah berubah,
Mario. Engkau lihat kan, aku tidak lagi marah2 padamu, aku tidak lagi
suka membanting2
barang dan berteriak jika emosi. Aku belajar masak, dan selalu kubuatkan
masakan yang engkau
sukai. Aku tidak lagi boros, dan selalau menabung. Aku tidak lagi suka
bertengkar dengan
ibumu. Aku selalu tersenyum menyambutmu pulang ke rumah. Dan aku
selalu meneleponmu,
untuk menanyakan sudahkah kekasih hatiku makan siang ini? Aku
merawatmu jika engkau
sakit, aku tidak kesal saat engkau tidak mau aku suapi, aku
menungguimu sampai
tertidur disamping tempat tidurmu, di rumah sakit saat engkau dirawat,
karena penyakit
pencernaanmu yang selalu bermasalah…….
Meskipun belum terbit
juga, sinar cinta itu dari matamu, aku akan tetap berusaha dan
menantinya……..”
Meisha menghapus air
mata yang terus mengalir dari kedua mata indahnya…
dipeluknya Jelita yang
tersedu-sedu disampingnya.
Disurat terakhir, pagi
ini…
“…………..Hari ini adalah hari
ulang tahun pernikahan kami yang ke-9. Tahun lalu engkau
tidak pulang ke rumah,
tapi tahun ini aku akan memaksamu pulang, karena hari ini aku akan
masak, masakan yang
paling enak sedunia. Kemarin aku belajar membuatnya di rumah Bude
54
Tati, sampai kehujanan
dan basah kuyup, karena waktu pulang hujannya deras sekali, dan aku
hanya mengendarai
motor.
Saat aku tiba di rumah
kemarin malam, aku melihat sinar kekhawatiran dimatamu.
Engkau memelukku, dan
menyuruhku segera ganti baju supaya tidak sakit.
Tahukah engkau suamiku,
Selama hampir 15 tahun
aku mengenalmu, 6 tahun kita pacaran, dan hampir 9 tahun
kita menikah, baru
kali ini aku melihat sinar kekhawatiran itu dari matamu, inikah tanda2
cinta mulai bersemi
dihatimu ?………”
Jelita menatap Meisha,
dan bercerita, “Siang itu Mama menjemputku dengan motornya, dari
jauh aku melihat
keceriaan diwajah mama, dia terus melambai-lambaikan tangannya
kepadaku. Aku tidak
pernah melihat wajah yang sangat bersinar dari mama seperti siang itu,
dia begitu cantik.
Meskipun dulu sering marah2 kepadaku, tapi aku selalu menyayanginya.
Mama memarkir motornya
di seberang jalan, Ketika mama menyeberang jalan, tiba2 mobil
itu lewat dari
tikungan dengan kecepatan tinggi…… aku tidak sanggup
melihatnya terlontar,
Tante….. aku melihatnya
masih memandangku sebelum dia tidak lagi bergerak……”.
Jelita memeluk Meisha
dan terisak-isak. Bocah cantik ini masih terlalu kecil untuk
merasakan sakit di
hatinya, tapi dia sangat dewasa.
Meisha mengeluarkan
selembar kertas yang dia print tadi pagi. Mario mengirimkan
email lagi kemarin
malam, dan tadinya aku ingin Rima membacanya.
Dear Meisha,
Selama setahun ini aku mulai merasakan
Rima berbeda, dia tidak lagi marah2 dan
selalu berusaha menyenangkan hatiku. Dan
tadi, dia pulang dengan tubuh basah kuyup
karena kehujanan, aku sangat khawatir dan
memeluknya. Tiba2 aku baru menyadari betapa
beruntungnya aku memiliki dia. Hatiku
mulai bergetar…. Inikah tanda2 aku mulai
mencintainya?
Aku terus berusaha mencintainya seperti
yang engkau sarankan, Meisha. Dan besok
aku akan memberikan surprise untuknya, aku
akan membelikan mobil mungil untuknya,
supaya dia tidak lagi naik motor
kemana-mana. Bukan karena dia ibu dari anak2ku, tapi
karena dia belahan jiwaku….
Meisha menatap Mario
yang tampak semakin ringkih, yang masih terduduk
disamping nisan Rima.
Di wajahnya tampak duka yang dalam. Semuanya telah terjadi,
Mario……
Kadang kita baru menyadari mencintai
seseorang, ketika seseorang itu telah pergi
meninggalkan kita.………………………………………
Sumber : Botefilia
0 komentar:
Post a Comment